Adat Berdaulat Melawan Kapitalisme di Aceh.
A. Identitas
Buku
1. Judul
Buku : Adat Berdaulat Melawan Serbuan Kapitalisme di Aceh
2. Pengarang
: Affan Ramli, Arianto Sangaji, Fahri Salam, Sulaiman Tripa.
3. Penerbit
: INSISTPress dan PRODEELAT.
4. Tahun
terbit : 2015
5. Tebal
buku : xxviii + 203
6. Cetakan
: I
B. Isi
Resensi
1. Ulasan
Buku
Serbuaan
kapitalisme Global di Aceh yang ditulis oleh Ariaanto Sangaji. Kapitalisme
adalah suatu sistem hubugan kelas antar modal dan kerja upahan di dalam
produksi komoditi. Kapitalisme berkembang bukan karena globalisasi akan tetapi
sifat kapitalisme yang tertanam di dalam sistem tertentu. Kapitalisme juga
tidak mengenal batas-batas wilayah reproduksi. Selain itu kapitalisme juga
dapat diartikan sebagai suatu sistem yang penuh pertentagan (kontradiktif).
Terdapat tiga pertentagan dalam sistem ini, yaitu: yang pertama, pertentagan
antara kapital dan praktik-praktik ekonomi bukan kapitalis. Kedua, pertentagan
paling pokok dalam sistem kapitalisme,
yakni pemerasan kelas oleh kelas pemodal terhadap kelas pekerja. Dan yang
ketiga, pelipat gandaan modal masyarakat lingkugan alam sebagai salah satu
sumber bahan baku dan energi sekaligus ruang untuk membuang limbah. Secara
empiris kapitalisme global bekerja dalam perjalanan sejarah di serambi Mekkah
melalui pelipatgandaan primitif, pemerasan buruh, perusakan lingkugan,
kekerasan bersenjata dan bencana alam.
Perlawanan
adalah sebagai setiap tindakan oleh kelas yang dikuasai (subordinat) untuk
tujuan mengurangi atau menolak pengakuaan yang di bebankan atas mereka oleh
kelas penguasa(subordinat). Jadi, kekuatan yang dimiliki masyarakat Aceh untuk
melawan kapitalisme yang sudah merajalela di Aceh yaitu : hukum, adat dan
Syariat. Hukum tidak bisa diandalkan karena hukum nasional di buat oleh partai
politik. Sedangkan Syariat di aceh lebih diarahkan untuk menangani kejahatan
pidana(jinayat) dan belum memiliki gagasan menangani kejahatan kapitalisme.
Sehingga harapan satu-satunya Adat. Tetapi, adat pun tidak serta merta dapat
menjadi senjata perlawanan melawan kapitalisme di Aceh. Dalam tulisan Affan Ramli di sebutkan
bahwa permasalahanya sekarang adalah
sesat pikir kita tentang Adat Aceh yang terlanjur tersebarluas. Seperti
pandangan bahwa adat adalah aturan tidak tertulis, Adat dianggap sebagai
kebiasaan masa lalu, dan adat di anggap hanya layak menjadi pedoman hidup
masyarakat tradisional dan pedalaman. Kekeliruaan ini muncul karena penilitiaan
tentang adat yang dilakukan belum terungkap secara sistematis. Jadi, gerakan
Adat Aceh di masa depan harus diperbaiki melalui beberapa langkah mendasar
yaitu: yang pertama, meluruskan pemaknaan Adat dan membangun penafsiran baru
berbasis kajiaan pemikiran yang kokoh. Kedua membangun ideologi Adat sebagai
pedoman praktis kader-kader gerakan. Ketiga membangun madzhab epistemologi
paham perlawana yang akan melajirkan logika pengetahuaan. Dan menyusun siasat
tindakan perlawanan yang ampuh menghadap laju serbuaan kapitalisme global di
Aceh.
Mukim
adalah keunebah endatu (sesuatu yang ditinggalkan generasi dahulu untuk
generasi mendatang). Perkembagan Mukim yang pertama, dimulai dari naskah qanun
syara’kesultanan Aceh atau keberadaan mukim sebagai persekutuaan gampong di
Aceh mulai di tata ketika berkuasanya sultan Alauddin. Kedua, pada masa
penjajahan belanda dan pendidikan jepang. Ketiga, awal kemerdekaan Indonesia.
Keempat pada masa orde baru,kelima pada masa reformasi dan yang keenam sesudah
bencana Tsunami dan perjanjiaan Helsinki. Kelemahan yang ditemukan dalam
gerakan-gerakan perjuangan masyarakat adat sendiri atau kalangan yang mendukungnya, seperti :
melemahnya pemahaman mengenai mukim dan kemampuaan para pelaku dan pendukung
gerakan yang umumnya masih rendah. Peraturan mukim dapat dilihat pada UU no
11/2006 pemerintah Aceh dalam konteks mukim di Aceh. Ada dua persoalan penting
yang bisa di perdebatkan terkait mukim yaitu pengakuaan mukim melalui
positivasi hukum pengakuaan dan secara akademis. Berdasarkan HukumAdat wilayah
cakupan mukim meliputi : wilayah luar, teluk yang menjorok tidak terlalu jauh
ke darat, wilayah darat yang mencakup gabungan beberapa gampong termasuk : DAS,
rawa danau dan sebagainya. Beberapa upaya untuk menunjukkan perubahan seperti :
perubahan(dekonstruksi) pola pikir, terutama di kalagan para pembuat kebijakan.
Pembangunan ulang (rekonstruksi) model pembaharuaan (reformasi) birokrasi
pemerintahan pada semua aras sebagai bagiaan tak terpisahkan dari keseluruhan
reformasi sistem politik.
Praktik
Perlawanan Mukim Berdaulat yang di tulis oleh Fahri Salam tentang desa-desa
yang ada di Aceh. Menurut saya pengalaman atau penelitiaan beliau. Pertama ada
desa Lampanah, Lamtuba, dan Lutung.
Lampanah adalah kecamatan terluas di kabupaten Aceh Besar, yang
mayoritas masyarakat bertani dan sebagiaanya lagi menggantungkan hidup di pesisir dan laut. Daerah ini juga memiliki
seorang panglima laot yang bernama Darkasyi. Bagi nelayan ada beberapa aturan
misalnya pada hari jum’at tidak boleh melaut, kanduri laot atau hari-hari besar Islam lainnya. Dan
masyarakat yang berkebun biasanya memnggunakan lahan komunal. Tapi digarap oleh
perseorangan warga. Yang biasanya ditanami kako. Labu , mangga, melon. Dan yang
paling penting mangga lampanah sangat terkenal di banda aceh. Masalah pasar dan
politik lokal sebelum tsunami diadakan pada malam hari, yaitu malam jum”at,
namun setelah tsunami pasar di adakan siang hari karena di takutkan terjadi apa
yang tidak kita inginkan. Dan baru pertama kali ada orang lampanah yang
terpilih sebagai anggota legislatif. Yang bisa membuat gerakan perubahan di
kampung ini, karena sebelumnya daerah ini terbengkalai dan diabaikan karena
tidak ada orang dalam(khusus). Tidak berbeda dengan Lampanah, Lamteuba juga
mayoritas masyarakat bertani, sebagiaanya lagi bedagang, menggarap kebun dan
segelintir pegawai sipil. Sebagiaan orang Lamteuba sangat lihai dalam berburu
rusa dan kancil yang dipastikan ada warga yang menjadi pawang. Pawang rusa
dapat di kenali dengan di depan rumah mereka digantung kepala rusa atau kancil.
Pengelolaan komunal pada saat warga sudah mulai turun ke sawah tidak boleh lagi
hewan atau binatang berkeliaran. Binatang-binatang tersebut harus di bawa ke
padang meurabee. Sebelum mereka turun sawah, warga wajib membersihkan tali air
di lung masing-masing gampong, lalu di susul dengan mengatur pembagiaan air
bagi para petani. Sedangkan Lutueng berada di kabupaten Pidimkecamatan Mane,
yang diapit oleh pegunugan dan hutan yang lebat. Setiap pagi kita akan melihat anak-anak yang sekolah berjalan
kaki untuk sampai disekolah mereka. Disana belum terdapat Bank atau warnet yang bisa digunakan. Hutan yang sangat luas
dengan wilayah 56000 hektar, yang bisa diktakan dengan hutan lindung. FFI
membentuk tim ronda hutan dikalagan warga untuk bertugas memantau wilayah hutan
dan mengumpulkan data tentang keadaan hutan. Mayoritas di Lutueng adalah
bertani padi selain itu menanam kopi, cengkeh
juga memelihara unggas. Aturan mukim mengenai sungai ialah tidak boleh
meracun ikan, bom dan menyetrum. Karena dikhawatirkan anak cucu mereka tidak
dapat menikmati hasil alam seperti ikan kerling yang terkenal di daerah
tersebut. Imuem mukim dipimpin oleh Sulaiman yang telah mengikuti pelatihan
sampai ke Padang. Dan sekarang ia terapkan di kampung tersebut seperti qanun
mukim Lutueng yang mengatur kawasan Hutan lindung dan sungai.
Jadi
kesimpulan dari buku ini ialah kita sebagai masyarakat Aceh harus
membuka mata terhadap apa yang terjadi di Aceh, serbuaan kapitalisme yang terus
berkembang kita harus bisa menghentikan jangan sampai di jajah oleh orang lain.
2. Tujuaan
penulisan Buku
Alat
untuk menantang pemikiran serbakuasa yang mengatakan bahwa”tidak ada tandigan
terhadap kapitalisme” juga untuk merebut dan memperbesar lagi kekuatan kalangan
orang-orang yang berpikiran terbuka dan percaya bahwa pilihan-pilihan lain yang
lebih adil dan berkelanjutan masih mungkin dikerjakan.
3. Kelebihan
Buku
·
Penjelasan yang rinci, sehingga mudah
dipahami.
·
Terdapat Bagan-bagan untuk lebih jelas
bagi pembaca.
·
Terdapat Indeks untuk kata-kata yang
sulit dipahami.
·
Memberikan informasi kepada pembaca
tentang imuem mukim dan adat berdaulat untuk melawan kapitalisme khususnya di
Aceh.
4. Kekurangan
Buku
·
Banyak terdapat bahasa asing.
·
Bahasanya sulit dipahami bagi pembaca pemula
dan banyak mengutip tulisan dari tokoh-tokoh lain.
·
Bahasa yang di gunakan sulit dipahami.
·
Pesan yang disampaikan penulis sulit di
pahami bagi pembaca pemula.
C. Saran
kepada penulis dan pembaca
Saran
kepada penulis agar sudi kiranya mengeluarkan buku-buku yang lebih bermanfaat
dan menarik bagi pembaca dengan bahasa yang lebih mudah dipahami. mengigat sangat sedikit orang-orang yang ingin
membaca, padahal tanpa disadari membaca adalah hal yang utama untuk melawan
kapitalisme yang terus merajalela. Seperti kata pepatah, “buya krung teu
deng-deng, buya tameng meuraseki. Hal inlah yang sekarang terjadi di Aceh.
Saran
saya kepada pembaca, ayo baca buku Adat berdaulat melawan kapitalisme di Aceh, dan
coba kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. karena isinya sangat menarik
didalamnya memuat ilmu pendidikan dan bukan hanya teori saja.